Tema kali ini adalah perkawinan.
Orang-orang sering mengatakan pernikahan, sekali saya berkata perkawinan
langsung saja masyarakat "hush, pernikahan". Kata kawin
sepertinya layak untuk binatang atau pun kalimat yang mengandung isi
negatif lainnya, padahal kalau kita menilik peraturan yang ada di
Indonesia, adalah UU(Undang-Undang) Perkawinan nomor 1 tahun 1974, dan
bukannya UU Pernikahan.
Saya mencuatkan hubungan perkawinan dan topik blog saya sekarang ini adalah karena melihat status teman di facebook saya. Ini bukan karena saya ngebet kawin ya, eits, nikah ya.
"Saya mencuatkan hubungan perkawinan dan topik blog saya sekarang ini adalah karena melihat status teman di facebook saya. Ini bukan karena saya ngebet kawin ya, eits, nikah ya"
Kebetulan
saya mendapatkan ilmu yang bermanfaat selama setahun sebelum saya
mengembang tugas menjadi kuli negara, yaitu ilmu tentang perkawinan
walau hanya sedikit saja yang baru saya ketahui. Masyarakat kadang
mengatakan bahwa perkawinan beda agama itu dilarang karena jelas di
Indonesia tidak menerapkan perkawinan campuran, maksudnya bukan antara
manusia dan siluman, bahkan manusia dan hewan. Maksudnya adalah
perkawinan dua insan, yaitu laki-laki dan perempuan yang satu sama lain
berbeda agama. Untuk meluruskan hal ini, atau meluruskan pernyataan, di
UU Perkawinan Indonesia melarang perkawinan demikian, bukan karena jelas
tersurat demikian. Setelah saya membaca UU Perkawinan tersebut dan
mendiskusikan dengan dosen, pengajar, teman-teman saya, hasilnya adalah
dilarang secara tersirat.
Kalimat
yang muncul pada UU Perkawinan tesebut adalah pernikahan dianggap sah,
salah satunya adalah jika sesuai dengan agama dan kepercayaan kedua
belah pihak, selain mencatatkannya di KUA atau catatan sipil.
"salah satunya adalah jika sesuai dengan agama dan kepercayaan kedua belah pihak"
Lalu
kita berpikir ulang, bertanya pada kepercayaan dan agama masing-masing,
apakah di ajaran agama kita masing-masing mengizinkan tentang adanya
pernikahan beda agama? Jika pertanyaan tidak dapat kita jawab sendiri,
marilah tidak untuk sungkan-sungkan bertanya pada orang yang sudah tahu
dan mengerti akan perihal tersebut.
Dalam
Islam sendiri, (Saya akan menceritakan yang memang saya jelas dengar
dari pengajar saya di Jogjakarta). Pernikahan tersebut yaitu dianggap
sah bila keduanya beragama Islam, ada laki-laki, ada perempuan, ada
wali, saksi, dan ijab kobul.
Namun,
pengajar saya menyampaikan ayat di alquran (maaf atau hadist ya? Mohon
kereksi) bahwa yang isinya (mohon koreksi jika salah) yang intinya,
laki-laki muslim boleh menikahi wanita ahlul kitab. Dosen saya
mengartikan dengan kristiani dan yahudi (Christian dan Jews). Lalu saya
bertanya begini, "Pak, bukannya tidak boleh laki-laki menikahi yang
bukan muslim? kan tidak seagama, apakah ini masih berlaku sampai
sekarang? Ahlul kitab zaman dahulu memang masih menggunakan kitab Injil
dan Taurat yang masih "dianggap" asli. Lalu kini ktab -kita tersebut
sudah banyak yang berubah, seperti ada istilah Perjanjian Baru dan
Perjanjian Lama, dan lain sebagainya dengan versi yang saya tidak tahu
(saya memang tidak tahu, jadi saya tidak mengatakan apa-apa)?"
Dosen
saya menjawab, "Saat zaman Rasulullah, sudah ada yang ahlul kitab yang
menjalankan kewajibanny dengan panduan kitab-kitab yang sudah mempunyai
berbagai macam versi."
"Saat zaman Rasulullah, sudah ada yang ahlul kitab yang menjalankan kewajibanny dengan panduan kitab-kitab yang sudah mempunyai berbagai macam versi."
Saya
menyimpulkan ini semua dengan bahasa yang semoga mudah dipahami oleh
orang awam sekalian. Saya di sini bukan mau mengajari, tapi hanya
menceritakan dan apa yang saya dapatkan atas jawaban dari pengajar saya.
Mohon kereksi jika ada tambahan atau kesalahan.
Sekarang
saya bertanya, apakah di agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan
kepercayaan Konghucu, memperbolehkan perkawinan dengan orang yang
berbeda keyakinan?
"apakah di agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan kepercayaan Konghucu, memperbolehkan perkawinan dengan orang yang berbeda keyakinan?"
Inilah
yang saya ingin bagikan ilmunya tentang perkawinan beda agama. Jika UU
Perkawinan , yaitu pertaturan yang membuat adalah pemerintah, lalu
masalah sah dan tidaknya diserahkan kembali kepada agama masing-masing,
maka itu tergantung pada ajaran agama dan kepercayaannya. Bagaimana
pernikahan bisa dianggap sah, bila di masing-masing ajaran tidak
memperkenankan untuk nikah beda agama, tentu walaupun tercatat di
catatan sipil, ada syarat lain yang belum terpenuhi, yaitu syarat yang
ada pada agama masing-masing.
Hal
perkawinan adalah bagian dari bagian hukum positif yang ada sekarang,
dan bagian kecil dari proses bernegara di Indonesia. Jika Indonesia
dianggap negara sekuler, tidak bisa dianggap demikian, karena masih ada
kementerian agama di salah satu posisi penting tata ketatanegaraan di
Indonesia, dan agama yang ada juga masih ditentukan agama mana yang
'diperbolehkan' di Indonesia. Jika dikatakan tidak sekuler, juga belum
bisa di'iya'kan demikian, karena negara juga menyerahkan kembali masalah
peribadatan masing-masing dan tidak mengatur suatu hal dengan salah
satu agama saja, seperti perkawinan, sah tidaknya diserahkan kembali ke
masyarakat sesuai ajaran masing-masing.
"Jika dikatakan tidak sekuler, juga belum bisa di'iya'kan demikian, karena negara juga menyerahkan kembali masalah peribadatan masing-masing dan tidak mengatur suatu hal dengan salah satu agama saja, seperti perkawinan"
Semoga bermanfaat ya,,, hehe, saling belajar. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar